Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah melakukan kajian soal rencana penerapan hukuman mati bagi tersangka kasus dugaan suap sejumlah proyek Kementeriaan Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) terkait pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) tahun anggaran 2017–2018.
Mengenai rencana itu, anggota Komisi III DPR RI Teuku Taufiqulhadi mempersilakan KPK apabila hendak menggunakan hukuman mati bagi para pelaku, sebab hal itu relevan dan sesuai ketentuan dalam Undang-Undang yang berlaku di Indonesia.
“Hukuman mati itu masih dibenarkan KUHP kita dan juga dalam RKUHP yang sedang dibahas sekarang. Jika ingin menggunakan, silakan gunakan,” kata Taufiq Minggu (30/11/2018).
Namun demikian, lanjut Taufiq, syaratnya para pelaku yang akan dieksekusi mati harus benar-benar masuk UU yang memang mengatur hal itu. Artinya, mereka bisa dihukum asalkan memang telah sesuai aturan hukuman mati.
“Hukuman mati sejauh ini baru digunakan untuk para bandar narkoba dan teroris yang tingkat kejahatan dianggap sangat besar yaitu perbuatan telah menimbulkan korban yang sangat besar. Atau di masa lalu karena kasus-kasus perampokan sadis yang banyak memakan korban,” ungkapnya.
“Jika seseorang melakukan korupsi yang dianggap menimbulkan derajat korban seperti di atas atau sangat merusak, silakan gunakan,” sambungnya.
Sebelumnya Wakil Ketua KPK Saut Situmorang mengatakan aturan mengenai pidana mati sendiri tertuang dalam Pasal 2 Ayat (2) UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Hukuman pidana mati merupakan terusan dari Pasal 2 Ayat (1) tentang perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi sehingga mengakibatkan kerugian negara dalam pengadaan barang/jasa.
Secara utuh, Pasal 2 Ayat (2) berbunyi, “Dalam hal tindak pidana korupsi sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1) dilakukan dalam keadaan tertentu, pidana mati dapat dijatuhkan.”
Pada penjelasan Pasal 2 Ayat (2) tertuang bahwa yang dimaksud dengan keadaan tertentu dalam ketentuan tersebut dimaksudkan sebagai pemberatan pelaku tipikor apabila korupsinya dilakukan dengan empat syarat. Pertama, pada waktu negara dalam keadaan bahaya sesuai dengan UU yang berlaku.
Kedua, pada waktu terjadi bencana alam nasional. Ketiga, sebagai pengulangan tipikor (perbuatan korupsi dilakukan berulang-ulang). Keempat, pada waktu negara dalam keadaan krisis ekonomi dan moneter.
Sumber : Okezone.com
tukih aja kepalnya dlu. .. baru Kill