Termasuk Kabupaten Merangin, Ini Penegasan Dari KPK Terkait Pembahasan dan Penyusunan APBD Tahun 2023
Merangin – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menegaskan kepada pihak Eksekutif dan Legeslatif baik di Kabupaten Merangin dan daerah lainnya agar menghindari potensi korupsi dalam tahapan pembahasan dan penyusunan APBD Tahun 2023.
Penegasan dari KPK guna menutup celah korupsi dan penyalahgunaan kewenangan oleh penyelenggara negara, agar perencanaan dan penganggaran APBD dilaksanakan sesuai tahapan dan terbebas dari praktik korupsi dan tepat waktu tidak mengalami kemoloran pembahasan.
“Salah satu fokus pencegahan dan pemberantasan korupsi yang dikoordinasikan oleh KPK adalah terkait dengan perencanaan dan penganggaran APBD,”tegas Kepala Direktorat Koordinasi dan Supervisi Wilayah I KPK, Maruli Tua dalam pesannya disampaikan ke media ini, Senin (28/11/2022).
Lebih lanjut, Maruli menyampaikan
KPK melalui instrumen Monitoring Center for Prevention (MCP) memantau terus dan mengingatkan setiap penyelenggaraan negara baik Eksekutif dan Legeslatif agar menghindari dan mencegah korupsi yang rawan terjadi dalam proses penyusunan, pembahasan dan pengesahan APBD.
MCP menghasilkan skor pencegahan korupsi secara online. Ketepatan waktu menjadi bagian penilaian, antara lain: penyampaian Rancangan KUA PPAS 2023 maksimal pada 15 Juli 2022,
Dokumen Kesepakatan antara kepala daerah dan DPRD atas Rancangan KUA PPAS maksimal 13 Agustus 2022, penyerahan RAPD oleh kepala daerah kepada DPRD maksimal 1 Oktober 2022, dan persetujuan RAPBD 2023 maksimal 1 Desember 2022.
Maruli mengingatkan bahwa Regulasi dan mekanisme penyusunan sampai pengesahan RAPBD sudah sangat lengkap sehingga pihak eksekutif dan legislatif harus melaksanakan sesuai prosedur sehingga pengesahan APBD harys tepat waktu yang pada akhirnya memberikan manfaat optimal bagi pelayanan masyaraka dimana muara APBD adalah sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat.
“KPK selalu mengingatkan agar setiap pihak yang terlibat dalam penyusunan dan pengesahan APBD, baik eksekutif dan legislatif tidak menjerat dirinya karena menerima hadiah/sesuatu (suap), gratifikasi yang dianggap suap bahkan melakukan pemerasan. Baik dalam bentuk fee, komisi ataupun diselebungkan dengan bentuk proyek atau kegiatan yang telah diatur secara tidak sah,”tegas Maruli.
“Sudah sangat banyak pegawai negeri dan penyelenggara negara yang harus mempertanggungjawabkan perbuatannya dan terjerat pidana, akibat melakukan perbuatan korupsi terkait dengan perencanaan dan penganggaran APBD. Bahwa penyesalan selalu datang terlambat apabila sudah terjerat dengan hukum,”imbuhnya. (tugas).