JAMBI – Maraknya penjarahan benda purbakala dan emas di Sungai Batanghari membuat masyarakat Kelurahan Tanjung, Kecamatan Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi dan sekitarnya resah.
Pasalnya, aktivitas pencarian benda purbakala tersebut bukan hanya ilegal, dan juga merusak ekosistem, lingkungan dan transportasi di Sungai Batanghari.
Berbagai langkah dan upaya telah dilakukan oleh tim terpadu gabungan dari instansi terkait Pemerintah Kabupaten Muaro Jambi, TNI dan Polri. Himbauan dan sosialisasi terhadap para pelaku kegiatan ilegal sering dilakukan, namun himbauan itu hanya angin lalu bagi mereka.
Para pelaku melakukan penjarahan benda purbakala menggunakan kapal pompong dan mengambil benda purbakala tersebut dengan cara menyelam ke dasar sungai.
Diketahui, lokasi penjarahan benda purbakala di Kelurahan Tanjung, Kecamatan Kumpeh dan sekitarnya diinformasukan akan ditetapkan sebagai wilayah cagar budaya. Penentuan wilayah cagar budaya tersebut adalah kewenangan kepala daerah pemerintah setempat dengan rekomendasi dari instansi terkait.
Pj Bupati Muaro Jambi Bachyuni Deliansyah saat ditanyai terkait penjarahan benda purbakala dan apakah sudah ada surat rekomendasi penetapan obyek cagar budaya di wilayah tersebut oleh Balai Pelestarian Kebudayaan.
Bachyuni Deliansyah hanya merespon singkat terkait perihal tersebut dan akan berkordinasi kepada tim terpadu gabungan dari Pemkab Muaro Jambi, TNI dan Polri.
“Sudah di cek di meja, belum ada surat rekomendasi penetapan cagar budaya nya, saya konfirmasi dulu dengan tim terpadu,” katanya saat dihubungi melalui pesan whatsapp, Jum’at (29/7/2023).
Selain itu, aktivitas ilegal membuat keresahan di masyarakat, banyak respon para pihak yang menolak adanya penjarahan benda purbakala yang seharusnya menjadi hak milik negara, kini benda tersebut diburu oleh pihak yang tak bertanggu jawab yang akan dijual ke luar Provinsi Jambi maupun ke luar negeri.
Aktivis Jambi Hafizi Alatas sangat menyangkan hal tersebut, seharusnya Pemerintah Kabupaten Muaro Jambi mengambil tindakan yang tegas dan tepat, agar para pelaku penjaran benda purbakala menyingkir dari sungai yang mereka jarah, karena banyaknya kerugian akibat aktivitas yang mereka lakukan.
“Bupati Muaro Jambi seharusnya mengambil tindakan, bukan hanya himbauan pakai spanduk atau billboard saja, himbauan ini sudah berjalan selama 1 tahun, tapi gak ada efek jera kepada para pelaku, kalo gak ada tindakan yang cepat bakal habis nanti benda-benda purbakala milik Jambi,” kata Hafis.
Ditambahkannya, para pelaku ini pasti ada pemodalnya, karena kata Hafizi, modal yang dikeluarkan untuk aktivitas pencarian benda purbakala disungai memerlukan modal yang sangat besar dan juga benda yang dicari juga memiliki nilai jual yang begitu tinggi.
“Pasti ada pemodal, karena kapal pompong itu harganya 80 – 120 juta rupiah, belum lagi konsumsi perhari untuk kegiatan dan juga benda yang mereka cari itu harganya juga mahal, karena mereka menjualnya sampai ke luar negeri,” sambungnya.
Hafizi Alatas bercerita, sebelumnya dirinya dan rekannya pernah menginap di lokasi penemuan benda purbakala itu selama 2 hari 2 malam, dia menyebutkan sangat banyak wilayah tersebut kapal yang terparkir untuk bersiap memburubenda-benda purbakala.
“Kalau kita lihat sekarang di sungai batanghari di Kelurahan Tanjung itu, seperti pasar terapung, sekitar ratusan kapal pompong di sungai yang siap menjarah, saya meminta untuk Bupati segerala ambil tindakan, jangan menunggu lagi,” tandasnya.
Sebagaimana telah diatur dalam undang-undang No 11 Tahun 2010 erlindungan benda-benda bersejarah tentang Cagar Budaya. Pasal 26 menyebutkan bahwa pencarian cagar budaya harus atas izin pemerintah atau pemerintah daerah. Para pelaku bisa dikenakan ancaman dalam Pasal 103, yakni pidana penjara maksimla 10 tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar. (*).