Tanjab Timur – Dua hari di Mendahara, Cek Endra menyapa warga dari rumah ke rumah. Tak ada mobilisasi massa seperti lazimnya di Pilkada. Demi menjaga dan mematuhi protokol kesehatan, Cek Endra memilih berpeluh-peluh keringat mendatangi warga.
Ia ditemani Mantan Wabup Tanjab Timur sekaligus anggota DPRD Provinsi dari Fraksi Golkar, Muhammad Juber berikut Apif Firmansyah, bekas tangan kanan mantan Gubernur Jambi Zumi Zola yang juga anggota DPRD Provinsi Jambi dari Fraksi Golkar.
Ini kali pertama Cek Endra bersosialisasi dengan naik speed boat. Ia sampai takjub melihat suasana alam Mendahara, yang menghampar tumbuhan menghijau. Sampai di Desa Sungai Beras, Cek Endra bergegas melipir ke rumah pak Uhud, tokoh masyarakat setempat.
Di situ Cek Endra berdiskusi bersama warga. Ia duduk lesehan di lantai rumah panggung itu, sambil mencatat curhat dan keluhan warga.
Hampir sejam di rumah pak Uhud, Cek Endra beranjak. Rumah kedua yang di datangi itu berjarak sekitar setengah kilometer. Cek Endra memilih berjalan kaki. Padahal ada sepeda motor yang disiapkan untuk mengantar.
“Sambil olahraga…,”seloroh Cek Endra.
Bupati Sarolangun itu melangkah pelan diiringi rombongan. Beberapa jenak kemudian tibalah ia di rumah pak Samiun. Dia salah satu petani pinang yang sukses. Satu-satunya petani di situ yang punya motor harley.
Ahlul bait menyambut hangat Cek Endra. Ia bergegas memboyong CE masuk ke dalam. Di ruang tengah itu sudah ada beberapa pria duduk lesehan. Di bagian dapur sana emak-emak bercengkrama menanti kedatangan CE.
Cek Endra bergegas melempar salam sambil mengatup kedua tangannya ke dada. “Assalamualikum…,”sapa Cek Endra.
Warga yang menyesaki rumah pak Samiun itu kompak menjawab salam. Di situ, Cek Endra mengenalkan profil singkatnya, yang merupakan anak kampung di Mandiangin, Sarolangun. Sama seperti warga umumnya, Cek Endra merintis karir sebagai seorang pengusaha. Orang tuanya pun bukan pejabat, melainkan petani.
“Bertemu bapak-ibu, Saya merasa bertemu keluarga sendiri,”kata Cek Endra.
Cek Endra juga mencatat beberapa masukan serta keluhan warga. Hampir sama, paling banyak mereka meminta ada jalan darat yang bagus agar akses transportasi di sini menjadi lebih mudah. Cek Endra langsung menyanggupi.
“Mohon doanya niat dan ikhtiar kita bisa diijabah oleh Allah SWT,”katanya.
Cek Endra bergerak lagi ke rumah berikut. Seperti tak ada capeknya, CE kembali memilih jalan kaki. Kali ini ia melipir ke rumah Pak Sa’ad, warga bugis yang sedang menggelar pesta pernikahan. Semua tetamu yang menghadiri pesta tampak tertegun. Mereka kaget bisa bertemu langsung calon gubernur.
“Biasanya tengok di spanduk. Ini ketemu langsung. Bahagia sekali,”ujar warga dari arah kerumunan.
Sahibul bait tampak lebih senang. Ia mengajak Cek Endra untuk menikmati hidangan. Tapi, Cek Endra harus buru-buru. Ia masih punya agenda lagi ke rumah-rumah penduduk.
Dari sana, Apif dan Juber memboyong Cek Endra menuju rumah pak Andok. Ia sesepuh sekaligus tokoh berpengaruh di Desa Sungai Beras. Jarak ke sana hampir dua kilo. Kali ini Juber memaksa Cek Endra untuk naik sepeda motor.
“Jauh lokasinya pak. Kegiatan kita masih banyak. Khawatir capek,”kata Juber.
Sejumlah warga ramai-ramai menghidupkan mesin motornya. Mereka berlomba-lomba meminjamkan motornya untuk mengantar Cek Endra dan rombongan.
Tanpa sungkan, Cek Endra bergegas naik sepeda motor. Ia dibonceng di bagian belakang. Juber, Apif, Sony Zainul Ketua Relawan dan beberapa tim lain ikut mengiringi di belakang. Beberapa pengawal pribadi cagub dan rombongan tim itu sempat nekat memilih jalan kaki.
Mereka melangkah tegap menyusuri jalan setapak itu. Sang surya sedang terik-teriknya, membumbung tinggi di atas kepala. Maklum, jarum jam sudah mengarah ke angka 12 siang. Baru seperempat perjalanan, suara ngos-ngosan terdengar dari belakang.
Sebagian memilih balik mundur. Sebagian lain terpaksa minta antar pakai sepeda motor.
Hampir setengah jam di rumah pak Andok, Cek Endra kembali ke rumah pak Uhud. Di situ ia dijamu makan siang, dengan menu khas warga Mendahara : udang sambal.
Seusai makan siang, CE dan rombongan meluncur ke desa sebelah, Sinar Wajok. CE kembali naik speed boat. Beberapa jenak menyusuri sungai, rombongan tiba di dermaga. Kondisi dermaga Desa Wajok ini sangat memprihatinkan.
Kayu jembatannya mulai lapuk. Air sungai sudah surut. CE terpaksa naik ke dermaga dengan susah payah. Harus pelan-pelan meniti tangga, kalau tidak akan terjatuh ke sungai. Tapi, Cek Endra terlihat tangkas dan mudah meniti tangga itu. Warga langsung bersorak sorai melihat aksi Cek Endra, yang dengan mudah menaklukkan jalur tangga itu.
Dari dermaga, rombongan harus berjalan satu per satu. Karena tumpukan kayu yang membentuk jembatan itu sudah mulai lapuk.
Nah,
CE sempat melipir ke sebuah mushola. Ia lalu sholat zuhur di sana. Selepas itu, barulah ia mampir ke rumah Pak Husni. Persamuhan siang itu terbilang sederhana. Warga dan Cek Endra duduk lesehan di lantai rumah panggung itu. Mereka seperti tanpa jarak.
Cek Endra tak banyak mukaddimah. Di sini ia lebih banyak mendengar, apa yang menjadi keluhan warga. Lagi-lagi akses jalan menjadi usulan utama. Warga juga mengeluhkan hilang timbulnya sinyal HP di desa itu.
Menjelang sore, Cek Endra kembali ke simpang kiri. Ia langsung ke rumah makan Sari Rasa, untuk berjumpa warga simpang kiri, yang sedari tadi menantinya. Lawatan politik Cek Endra di Mendahara Ulu di akhiri dengan silaturahmi di sebuah pondok pesantren tahfiz quran. (red)