Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penahanan 1 (satu) orang Tersangka, yaitu Catur Prabowo (CP) Direktur Utama PT Amarta Karya Persero
dugaan tindak pidana korupsi terkait proyek pengadaan subkontraktor fiktif di PT Amarta Karya, Persero Tahun 2018 s/d 2020.
“Hari ini kami akan menyampaikan perkembangan penyidikan perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait proyek pengadaan subkontraktor fiktif di PT AK Persero Tahun 2018 s/d 2020,”jelas Alexander Marwata pimpinan KPK didampingi Kepala Pemberitaan Bidang Penindakan Ali Fikri menyampaikan kepada wartawan pada jumpa pers, Rabu (17/5/2023).
Lebih lanjut, Alexander Marwata menjelaskan dalam.kasus ini, KPK telah menetapkan 2 (dua) orang sebagai Tersangka, yaitu Catur Prabowo (CP) Direktur Utama PT Amarta Karya Persero Trisna Sutisna (TS) Direktur Keuangan PT Amarta Karya Persero
Diketahui Tersangka Trisna Sutisna (TS) Direktur Keuangan PT Amarta Karya Persero sudah dilakukan penahanan oleh KPK pada tanggal 11 Mei 2023.
“Dalam rangka kebutuhan proses penyidikan, Tim Penyidik menahan Tersangka CP untuk 20 hari pertama terhitung 17 Mei 2023 s/d 5 Juni 2023 di Rutan KPK pada gedung Merah Putih,”ucap Alexander Marwata.
Adapun Konstruksi perkara, diduga telah terjadi Berdasarkan Surat Keputusan Menteri BUMN dibulan Oktober 2020, Tersangka Catur Prabowo (CP) diangkat sebagai Direktur Utama PT Amarta Karya
Persero dan Tersangka Trisna Sutisna (TS) juga diangkat sebagai Direktur Keuangan PT Amarta Karya Persero.
Sekitar tahun 2017, Tersangka Catur Prabowo (CP) memerintahkan Tersangka
Trisna Sutisna (TS) dan pejabat dibagian akuntansi PT Amarta Karya Persero mempersiapkan sejumlah uang yang diperuntukkan bagikebutuhan pribadi Tersangka Catur Prabowo (CP)
Untuk merealisasikan perintah tersebut, nantinya sumber uang diambil dari pembayaran berbagai proyek yang dikerjakan PT Amarta Karya Persero.
Tersangka Trisna Sutisna (TS) bersama dengan beberapa staf di PT Amarta Karya
Persero kemudian mendirikan dan mencari badan usaha berbentuk CV yang digunakan menerima pembayaran subkontraktor dari PT Amarta Karya
Persero tanpa melakukan pekerjaan subkontraktor yang sebenarnya (fiktif).
Kemudian ditahun 2018, dibentuklah beberapa badan usaha CV fiktif sebagai vendor yang akan menerima berbagai transaksi pembayaran dari kegiatan proyek PT Amarta Karya Persero dan hal ini sepenuhnya atas sepengetahuan Tersangka Catur Prabowo (CP) dan Tersangka Trisna Sutisna (TS).
Untuk pengajuan anggaran pembayaran vendor, Tersangka Catur Prabowo (CP) selalu memberikan disposisi “lanjutkan” dibarengi dengan persetujuan Surat Perintah Membayar (SPM) yang ditandatangani Tersangka Trisna Sutisna (TS).
Buku rekening bank, kartu ATM dan bongol cek dari badan usaha CV fiktif dipegang oleh staf bagian akuntansi PT Amarta Karya Persero yang menjadi orang kepercayaan dari Tersangka Catur Prabowo (CP) dan Tersangka Trisna Sutisna (TS). agar memudahkan pengambilan dan pencairan uang sesuai dengan permintaan Tersangka Catur Prabowo (CP).
Diduga ada sekitar 60 proyek pengadaan PT Amarta Karya Persero yang disubkontraktorkan secara fiktif oleh Tersangka Catur Prabowo (CP) dan Tersangka Trisna Sutisna (TS) diantaranya sebagai berikut :
1. Pekerjaan konstruksi pembangunan rumah susun pulo jahe, Jakarta Timur,
2. Pengadaan jasa konstruksi pembangunan gedung olahraga Univesitas Negeri Jakarta,
3. Pembangunan laboratorium Bio Safety Level 3 Universitas Padjajajran.
Uang yang diterima Tersangka Catur Prabowo (CP) dan Tersangka Trisna Sutisna (TS) kemudian diduga antara lain digunakan untuk membayar tagihan kartu kredit, pembelian emas, perjalanan pribadi ke luar negeri, pembayaran member golf dan juga pemberian ke beberapa pihak terkait lainnya.
Selain itu ada kebijakan sepihak dari Tersangka Catur Prabowo (CP) untuk menunjuk salah satu perusahaan asuransi sebagai penyedia layanan Asuransi bagi para karyawan PT Amarta Karya Persero dengan sumber uangnya dari pembayaran subkontraktor fiktif dan keuangan PT Amarta Karya Persero.
Diduga istri Tersangka Catur Prabowo (CP) sebagai salah satu agen dari perusahaan asuransi tersebut bertindak sebagai supervisor dan mendapatkan fee setiap bulan atas pembayaran premi dari PT Amarta Karya Persero yang nilainya mencapai ratusan juta rupiah.
Perbuatan Tersangka Catur Prabowo (CP) dan Tersangka Trisna Sutisna (TS) melanggar ketentuan diantaranya, sebagai berikut : UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, Peraturan Menteri BUMN PER-05/MBU/2008 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa BUMN, dan Prosedur PT Amarta Karya Persero tentang pengadaan barang dan jasa dilingkungan internal PT Amarta Karya Persero.
Akibat perbuatan kedua Tersangka tersebut, diduga mengakibatkan kerugian keuangan negara sejumlah sekitar Rp46 Miliar.
“Saat ini Tim Penyidik masih terus menelusuri adanya penerimaan uang maupun aliran sejumlah uang ke berbagai pihak terkait lainnya,”terbangnya.
Atas perbuatannya Tersangka, disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 UndangUndang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (tugas).